JAKARTA (Antara) – Sertifikat Tanah Girik dan Sertifikat Kepemilikan (SHM) adalah dua jenis dokumen yang biasa digunakan sebagai bukti kepemilikan tanah di Indonesia.
Namun, bagi orang -orang yang ingin mengubah sertifikat lahan Girik menjadi sertifikat kepemilikan (SHM), akan mendapatkan perlindungan hukum yang lebih kuat untuk kepemilikan tanah mereka.
Girik Letter adalah dokumen yang dikeluarkan oleh pejabat regional sebagai bukti kontrol lahan tradisional.
Sehingga hanya berhak atas pengelolaan lahan dan membayar pajak, belum memiliki kekuatan kepemilikan seperti sertifikat. Biasanya tanah ini diberikan dari penurunan atau warisan.
Sementara itu, Sertifikat Kepemilikan (SHM) adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh National Land Agency (BPN).
Oleh karena itu, surat ini memberikan kepastian hukum dan perlindungan terhadap hak -hak kepemilikan tanah secara penuh dan diakui oleh negara. SHM juga tidak memiliki batas waktu dan valid selama pemiliknya masih hidup.
Kedua dokumen ini hanya terletak pada status tanah dan keuntungan masing -masing. Biasanya surat ini memilih sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pemilik tanah pada waktu itu.
Sebelum Undang -Undang Agraria (Hukum PA) dikeluarkan, kepemilikan tanah tradisional sebelumnya dapat dibuktikan melalui surat -surat Girik atau dokumen tertulis lainnya.
Namun, sejak diberlakukannya undang -undang PA dan Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1961 yang kemudian dicabut dengan nomor PP 24 tahun 1997, bukti kepemilikan tanah secara hukum hanya diakui dalam bentuk sertifikat hak tanah.
Kemudian, berdasarkan pasal 96 paragraf (1) PP nomor 18 tahun 2021 Jo. Pasal 76A ATR/Kepala BPN Permen Nomor 16 tahun 2021, Letter of Girik tidak lagi berlaku mulai 2 Februari 2021 selama lima tahun ke depan, yaitu 2 Februari 2026.
Diluncurkan dari indonesia.go.id, mengikuti prosedur untuk mengirimkan perubahan dalam sertifikat lahan girik ke shm:
Baca juga: Fungsi penting dari sertifikat lahan yang harus diketahui
1. Merawat dokumen di Kelurahan
Untuk mengurus sertifikat tanah Girik, langkah pertama dapat mengunjungi desa setempat. Lalu, ada dokumen yang perlu disiapkan:
- Sertifikat non -dispute, sebagai bukti bahwa tanah bebas dari perselisihan dan dikendalikan secara hukum. Surat ini akan ditandatangani oleh Lurah dan saksi seperti RT, RW, atau pemimpin tradisional setempat.
- Sejarah tanah, sebagai bukti tertulis mengenai sejarah pengendalian lahan dan transisi dari awal hingga saat ini.
- Surat dermaga tanah Sporadik, sebagai bukti catatan sejak saat tanah telah dikendalikan secara signifikan oleh pemohon.
Baca juga: PNM Hentikan Proses Lelang Sertifikat Terkait dengan Kasus Tanah MBAH Tupon
2. Proses di Kantor Tanah
Setelah dokumen -dokumen dari Kelurahan selesai, pengelolaan surat itu berlanjut ke BPN (Kantor Tanah) untuk melaksanakan tahap -tahap berikut:
- Pengajuan permintaan dengan melampirkan dokumen -dokumen dari Kelurahan, KTP, KK, surat PBB, surat kuasa jika manajemen sertifikat diwakili, dan persyaratan lainnya untuk konter pendaftaran.
- Pengukuran lokasi oleh petugas BPN yang mengukur tanah sesuai dengan batas yang ditunjukkan oleh pemohon.
- Ratifikasi surat pengukuran, BPN akan membuat dan mendukung hasil pengukuran lahan melalui sertifikat yang ditandatangani oleh kepala bagian pengukuran dan pemetaan atau pejabat resmi.
- Penelitian oleh petugas bersama dari BPN dan Kelurahan, di mana petugas akan memeriksa data dan validitas tanah.
- Permintaan data yuridis akan diumumkan sebelumnya selama 60 hari di Kelurahan dan BPN, untuk menjamin tidak adanya keberatan dari pihak lain, sesuai dengan Pasal 26 PP No. 24 tahun 1997.
- Setelah tidak adanya keberatan, sertifikat hak atas tanah akan dikeluarkan dalam bentuk dekrit (SK).
- Pembayaran Akuisisi Hak Tanah (BPHTB), jumlah pajak dibayarkan berdasarkan Nilai Penjualan Objek Pajak (NJOP) dan luas lahan sesuai dengan hasil pengukuran dalam surat pengukuran.
- Keputusan Hak terdaftar untuk dikeluarkan sebagai SHM oleh BPN dalam Hak dan Informasi Registrasi Informasi (PHI).
- Mengambil sertifikat dapat diambil sekitar 6 bulan setelah proses dimulai, tetapi lamanya waktu untuk pengelolaan sertifikat ini tidak dapat dipastikan tergantung pada kondisi kelengkapan dan administrasi.
Untuk jumlah biaya manajemen dapat bervariasi, sesuai dengan lokasi dan ukuran tanah. Tanah yang lebih luas dan di lokasi strategis, biasanya membutuhkan biaya yang lebih besar.
Proses mengelola sertifikat lahan ini sebagai upaya dalam mengekang administrasi tanah dan memberikan keadilan bagi orang -orang yang hanya menjadi bukti kepemilikan adat.
Oleh karena itu, pemilik Girik Land Certificate disarankan untuk segera membuat perubahan pada SHM, sehingga hak -hak tanah dilindungi secara legal dan dapat digunakan jika ada proses membeli dan menjual tanah kapan saja.
Baca juga: Menteri ATR/BPN mengirimkan sertifikat tanah adat dan waqf di Sumatra Barat
Baca juga: Menteri BPN meluncurkan integrasi data tanah dan pajak di Tangerang
Reporter: Putri Atika Chairulia
Editor: Suryanto
Hak Cipta © antara 2025