Jakarta (Antara) –
Di tengah-tengah popularitas Monas dan tugu ondel-ondel sebagai ikon ibu kota, ternyata Jakarta memiliki sepasang maskot resmi yang penuh dengan nilai-nilai filosofis dan keanekaragaman hayati, yaitu Bondol Elang Birds (Haliastur Indus) dan Salak Condet (Salacca Zalacca).
Kedua maskot itu ditentukan melalui dekrit Gubernur Wilayah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 1796 tahun 1989 selama masa pemerintahan Gubernur Wiyogo Atmodarminto. Sayangnya, sosok Condet Elang Bondol dan Salak masih belum sepopuler simbol Jakarta lainnya, seperti Monumen Nasional dan Ondel-Open-ondel yang pertama kali dikenal oleh komunitas yang lebih luas.
Baca juga: Transjakarta menyajikan situs sejarah rute tingkat pariwisata bus di jakarta
Filsafat Bondol Elang Maskot
Elang Bondol adalah jenis burung yang pernah mudah ditemukan di daerah pesisir dan pulau -pulau di wilayah Thousand Islands, DKI Jakarta. Burung ini memiliki karakteristik kepala putih, dada coklat kemerahan, dan sayap lebar. Di dunia fauna, Elang Bondol dikenal sebagai simbol ketangguhan, kelincahan, dan ketajaman penglihatan. Bahkan, visinya diklaim lima kali lebih tajam dari manusia.
Penentuan Eung Bondol sebagai maskot kota Jakarta didasarkan pada usia yang panjang – dapat mencapai 70 tahun – serta perannya sebagai predator puncak penting dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem. Namun, keberadaannya sekarang semakin terancam karena penyempitan habitat karena konversi lahan menjadi pemukiman, serta munculnya perburuan liar yang masih ditemukan di pasar online.
Petugas keanekaragaman hayati Indonesia, Achmad Ridha Junaid, mengungkapkan bahwa populasi Bondol Eagle di Jakarta telah turun secara dramatis dalam 10-15 tahun terakhir. Salah satu faktor utama yang disebabkan adalah kerusakan pada ekosistem pohon bakau, di mana burung -burung ini biasanya bersarang. “Jika pohon naka dikurangi karena digantikan oleh pengembangan, lalu di mana mereka akan tinggal?” Dia mengatakan pada pertengahan tahun 2023 yang dikutip dari Mongabay.
Baca juga: Kenali sudut Jakarta dengan berjalan kaki
Sebagai bentuk pelestarian, keberadaan Eung Bondol dimanifestasikan dalam bentuk monumen di perbatasan kota Jakarta dan menjadi logo Transjakarta sebelum akhirnya diganti dalam proses rebranding.
Filsafat Maskot Salak Condet
Selain elit bondol, maskot Jakarta lainnya adalah Salak Condet, salah satu varietas Salak lokal yang memiliki keunikan rasa dan tekstur. Buah ini diketahui memiliki daging tebal, kekuningan, tidak terlalu berair, dan rasa yang khas – berbeda dari Salak biasa. Kulit buah relatif tipis dan mudah dikupas.
Salak Condet adalah tanaman khas dari wilayah Condet, Jakarta Timur, yang dulunya merupakan pusat pertanian dan perkebunan. Namun, urbanisasi yang cepat membuat area taman Salak semakin menyusut. Sebagai upaya untuk melestarikan, pada tahun 1975 Gubernur Ali Sadikin mendirikan daerah Condet sebagai warisan budaya buah.
Baca juga: Dengarkan lagi sejarah Gereja Katedral Jakarta
Salak Condet tidak hanya merupakan simbol kekayaan biologis, tetapi juga penanda identitas lokal komunitas Betawi yang terkait erat dengan alam dan pertanian tradisional. Cengkeraman Salak Condet di kaki Bondol Elang dalam simbol maskot menggambarkan hubungan yang harmonis antara kekuatan dan kesuburan sifat alami Jakarta.
Upaya pelestarian dan harapan
Meskipun keduanya adalah maskot resmi, keberadaan Eung Bondol dan Salak Condet masih belum menjadi bagian utama dari narasi publik tentang Jakarta. Ini karena kurangnya publikasi dan pendidikan komprehensif kepada masyarakat. Faktanya, pengenalan ikon -ikon ini penting dalam menumbuhkan rasa kepemilikan lingkungan dan warisan budaya lokal.
Pemerintah provinsi DKI Jakarta dan masyarakat diperkirakan akan terus mempertahankan dan melestarikan simbol -simbol asli ibukota. Dengan upaya untuk melestarikan habitat Bondol Elang dan konservasi daerah Condet, identitas ekologis Jakarta tidak akan hilang dalam modernisasi.
Seperti yang dinyatakan dalam buku Bondol Bondol & Salak Condet Maskot Jakarta City Karya Rika Sulastri, keberadaan kedua maskot ini tidak hanya simbol visual, tetapi juga peringatan tentang pentingnya mempertahankan keanekaragaman hayati di tengah kota metropolitan.
Baca juga: Tidak ada aturan khusus saat museum dibuka sampai malam
Baca juga: Bahkan kendaraan aneh di Jakarta tidak menyelesaikan masalah kemacetan lalu lintas
Reporter: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Hak Cipta © antara 2025