Jakarta (Antara) – Istilah impeachment sering muncul dalam percakapan politik, terutama ketika masalah serius terjadi dalam kepemimpinan atau ada dugaan pelanggaran hukum oleh pejabat tinggi.
Namun, apa pemahaman yang sebenarnya tentang pemakzulan? Dan kepada siapa impeachment ini diterapkan? Dengan memahami lebih jelas makna pemakzulan, masyarakat diharapkan dapat menanggapi perkembangan politik dengan cara yang lebih bijaksana dan lebih kritis.
Untuk memberikan gambaran yang komprehensif, berikut ini adalah penjelasan tentang pemahaman impeachment dan siapa pun yang dapat tunduk pada proses ini, sebagaimana dikumpulkan dari berbagai sumber.
Memahami Kata Impeachment
Dalam Kamus Indonesia Besar (KBBI), istilah Makzul ditafsirkan sebagai suatu kondisi di mana seseorang keluar dari posisinya atau turun dari tahta. Dari kata ini, bentuk turunan muncul seperti impersion dan impeachment.
Kata segera mengacu pada tindakan menurunkan seseorang dari takhta, memberhentikannya dari suatu posisi, atau secara sukarela melepaskan posisinya, terutama dalam konteks kerajaan.
Baca juga: DPR belum membaca surat proposal untuk pemakzulan wakil presiden dari forum pensiunan
Sementara itu, impeachment menggambarkan proses, metode, atau tindakan dalam mengurangi atau memecat seseorang dari posisi tersebut. Berdasarkan pemahaman ini, pemakzulan presiden dapat ditafsirkan sebagai prosedur resmi untuk memberhentikan kepala negara dari posisinya.
Untuk aturan tentang pemakzulan, sebenarnya telah diatur dalam Konstitusi 1945. Hanya saja Konstitusi tidak secara eksplisit menyebutkan kata makzul, pemakzulan, atau pemakzulan, tetapi menggunakan istilah yang diberhentikan atau pemberhentian untuk menyampaikan makna yang sama.
Impeachment hanya dapat diterapkan pada presiden atau wakil presiden yang telah bertugas
Feri Amsari, seorang ahli hukum konstitusional, menjelaskan bahwa pemakzulan hanya dapat dilakukan terhadap presiden dan wakil presiden yang secara resmi melakukan tugas mereka.
Dengan kata lain, seseorang yang baru saja terpilih sebagai presiden atau wakil presiden, tetapi belum diresmikan, tidak dapat dikenakan proses pemakzulan. Proses pemakzulan di Indonesia diatur oleh mekanisme tertentu, yang dimulai dari:
• Pengajuan pendapat oleh setidaknya 25 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
• Diikuti oleh pemeriksaan oleh Mahkamah Konstitusi (MK)
• dan berakhir dengan pengambilan keputusan di Majelis Konsultatif Rakyat (MPR).
Mekanisme ini menunjukkan bahwa pemakzulan bukanlah proses yang dapat dilakukan dengan ceroboh atau atas dasar ketidaksukaan. Setiap tahap membutuhkan bukti kuat, proses hukum yang adil, dan pertimbangan konstitusional yang ketat.
Tujuannya adalah untuk menjaga stabilitas pemerintah dan memastikan bahwa pemecatan presiden atau wakil presiden benar -benar dilakukan pada pelanggaran serius, bukan karena tekanan politik atau kepentingan kelompok tertentu.
Baca juga: MPR: Tidak ada disiplin Rapim tentang pemakzulan Wakil Presiden
Reporter: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Suryanto
Hak Cipta © antara 2025