Inilah perbedaan antara peluru tajam & peluru karet yang dikenakan oleh polisi selama demonstrasi



JAKARTA (Antara) – Polisi sering dikerahkan untuk menjaga keamanan dan ketertiban ketika demonstrasi berlangsung. Namun, demonstrasi terkadang berubah menjadi kerusuhan sehingga pasukan keamanan dipaksa untuk mengambil langkah taktis untuk mengendalikan massa.

Salah satu cara yang harus dilakukan adalah menggunakan gas air mata, meriam air, untuk tembakan peluru. Jenis peluru yang digunakan oleh polisi dalam situasi ini tidak selalu peluru yang tajam, tetapi juga peluru karet yang dikategorikan sebagai senjata yang tidak mati.

Namun, para ahli mengingatkan bahwa peluru karet masih memiliki potensi untuk menyebabkan cedera serius sampai mati jika digunakan dalam jarak dekat atau diarahkan ke bagian tubuh yang vital.

Peluru karet

Peluru karet adalah peluru yang terbuat dari karet atau bahan plastik keras, dan dipecat dengan proyektil seperti peluru yang tajam. Karakteristik karet sebagai isolator panas membuat kecepatan peluru lebih rendah, sehingga penetrasi tidak sekuat peluru logam.

Peluru karet pertama kali digunakan oleh pemerintah Amerika Serikat pada 1960-an untuk menghadapi demonstran anti-perang Vietnam, kemudian Inggris dikembangkan pada 1970-an selama konflik di Irlandia Utara. Salah satu tipe terkenal adalah Bulat, anti kerusuhan, 1,5 dalam tongkat, dengan kecepatan tembakan sekitar 60 meter per detik dan kisaran 100 meter.

Peluru karet sering digunakan dalam mengendalikan kerusuhan, latihan menembak pendek, untuk kontrol hewan. Senjata ini umumnya diarahkan ke tubuh bagian bawah, seperti kaki. Namun, sejumlah penelitian menunjukkan dampak serius masih dapat terjadi. Di Irlandia Utara, dari 90 korban peluru karet, satu orang meninggal, 17 cacat permanen, 41 membutuhkan perawatan, dan sisanya menderita cedera ringan.

Baca juga: Ini adalah kata polisi tentang penggunaan peluru karet

Peluru yang tajam

Berbeda dengan peluru karet, peluru tajam atau peluru hidup terbuat dari logam, biasanya dengan lapisan kuningan. Desain modern pertama kali dikembangkan oleh Letnan Kolonel Eduard Rubin dari Laboratorium Angkatan Darat Swiss pada tahun 1882. Kuningan dipilih karena memiliki resistensi karat dan titik leleh yang tinggi, sehingga peluru tetap stabil ketika ditembakkan.

Peluru yang tajam memiliki penetrasi yang kuat dan berpotensi mematikan, terutama jika itu mempengaruhi organ vital seperti otak. Data menunjukkan, 90 persen luka tembak di otak menyebabkan kematian, sedangkan sisanya dapat hidup dengan cacat permanen. Ketika datang ke organ lain seperti hati, ginjal, atau usus, para korban masih dapat bertahan selama mereka menerima perawatan medis segera.

Dalam konteks demonstrasi keselamatan, polisi jarang menggunakan peluru tajam karena berisiko besar menyebabkan korban. Saat digunakan, biasanya diarahkan ke kaki ke bawah untuk dilumpuhkan, bukan mematikan.

Risiko Penggunaan

Meskipun dikategorikan sebagai senjata yang tidak mematikan, peluru karet masih menimbulkan risiko serius ketika ditembakkan dari jarak dekat atau ke bagian tubuh yang vital seperti kepala atau dada. Sementara itu, penggunaan peluru tajam di kerumunan memiliki konsekuensi yang jauh lebih fatal, sehingga hanya digunakan dalam kondisi yang sangat darurat.

Sesuai dengan penjelasan di atas, perbedaan utama terletak pada material, penembakan, dan potensi kematian. Peluru karet dimaksudkan untuk mengendalikan massa tanpa menyebabkan korban, sementara peluru tajam adalah amunisi mematikan yang penggunaannya sangat terbatas dalam situasi demonstrasi, seperti yang dirangkum dari berbagai sumber.

Baca juga: Polisi Fireed Rubber Bullets Untuk Membubarkan Massa Dekat Gedung Putih

Baca juga: Polisi memanggil warga yang terkena dampak peluru yang dipastikan telah dirawat di rumah sakit regional

Reporter: Raihan Fadilah
Editor: Suryanto
Hak Cipta © antara 2025

Dilarang secara ketat untuk mengambil konten, melakukan merangkak atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari kantor berita Antara.



Sumber link

Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *