Sosok Halim Kalla, Adik Jusuf Kalla Terduga Korupsi 1 PLTU Kalimantan Barat

Jakarta (Antara) – Adik Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla, Halim Kalla, ditetapkan sebagai satu dari empat tersangka kasus dugaan korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat.

Kabar tersebut disampaikan Korps Reserse Kriminal Korupsi (Kortastipidkor) Polri dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (6/10). Kepala Kortastipidkor Irjen Polisi Cahyono Wibowo mengungkapkan dugaan tindak pidana korupsi terjadi pada tahun 2008-2018.

Pada periode tersebut, Halim Kalla menjabat sebagai Direktur Utama PT Bumi Rama Nusantara (BRN). Ia diduga membuat kesepakatan dengan Direktur Utama PLN saat itu, Fahmi Mochtar, untuk memenangkan lelang proyek pembangunan PLTU 1 Kalimantan Barat, meski diketahui perusahaan tersebut tidak memenuhi persyaratan teknis maupun administratif.

Baca juga: Polri menyelidiki dugaan TPPU dalam kasus korupsi proyek PLTU 1 Kalimantan Barat

Profil Halim Kalla

Halim Kalla lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 1 Oktober 1957. Ia merupakan putra dari Haji Kalla dan Athirah Kalla. Pasangan ini memiliki 17 orang anak dan termasuk keluarga besar ternama di Sulawesi Selatan.

Setelah menyelesaikan pendidikan menengahnya di Indonesia, Halim melanjutkan studinya ke luar negeri dan berhasil menyelesaikan pendidikan di Jurusan Ekonomi dan Bisnis, State University of New York, Buffalo, Amerika Serikat.

Sebelum kasus dugaan korupsi ini terseret, Halim dikenal sebagai pengusaha aktif dari keluarga besar Kalla Group, salah satu perusahaan keluarga berpengaruh di kawasan Indonesia Timur. Kalla Group bergerak di berbagai sektor usaha, seperti konstruksi, otomotif, energi, hingga properti.

Dengan latar belakang pendidikan ekonominya, Halim mendirikan dan memimpin Haka Group, dimana ia menjabat sebagai pemilik, ketua, sekaligus Chief Executive Officer (CEO).

Salah satu anak perusahaan Haka Group adalah PT Bumi Rama Nusantara (BRN) yang didirikan oleh Halim pada tahun 1983 dan bergerak di bidang konstruksi. Belakangan perusahaan berganti nama menjadi PT Bakti Resa Nusa (BRN) dan fokus pada bidang mekanika dan kelistrikan.

Baca juga: Kasus korupsi proyek PLTU 1 Kalimantan Barat merugikan Rp1,35 triliun

Kiprahnya dalam dunia bisnis dan politik

Melalui Haka Auto, Halim telah memperkenalkan tiga prototipe kendaraan listrik buatan dalam negeri, yakni TROLLI, EROLIS, dan SMUTH EV, di ajang Periklindo Electric Vehicle Show (PEVS) 2022. Inisiatif tersebut menjadi bagian dari upaya mendorong perkembangan industri otomotif listrik nasional.

Selain Haka Group, Halim juga menduduki berbagai posisi strategis antara lain sebagai Direktur Utama PT Intim Wira Energi Wisma Nusantara di Jakarta, serta Ketua PT MACCA System Infocom, perusahaan yang bergerak di bidang jaringan dan keamanan siber.

Pada tahun 2006, Halim menggagas penerapan teknologi Digital Cinema System (DCS) di Indonesia melalui kerja sama dengan UFO Movies India. Terobosan tersebut disebut-sebut berhasil merevolusi industri film Indonesia, khususnya dalam proses produksi dan distribusi film digital ke jaringan bioskop.

Tak hanya dunia bisnis, Halim juga terjun ke dunia politik. Ia terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2009-2014 melalui Golongan Karya (Golkar) yang mewakili daerah pemilihan Sulawesi Selatan II.

Semasa menjabat, Halim pernah menjabat di Komisi VII DPR RI yang membidangi energi, riset, teknologi, dan lingkungan hidup, sejalan dengan pengalaman bisnisnya di bidang energi dan ketenagalistrikan.

Baca juga: JK menyambut baik kedatangan Presiden di Halim Lanud

Selain itu, ia juga menjabat Wakil Ketua Industri Hijau di Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.

Kasus dugaan korupsi yang menjerat Halim bermula dari adanya indikasi kesepakatan dalam proses tender proyek PLTU 1 PLTU pada tahun 2008. Sebelum lelang dilakukan, PT PLN disinyalir telah sepakat untuk memenangkan PT BRN sebagai pemenang tender.

Akibat penyimpangan tersebut, proyek pembangunan PLTU 1 Kalimantan Barat berkapasitas 2×50 Megawatt yang berlokasi di Desa Jungkat, Kecamatan Siantan, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, tidak pernah selesai bahkan terhenti selama lebih dari satu dekade, kemudian terhenti total sejak tahun 2016.

Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan perhitungan penyidik, tindakan tersebut menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp1,3 triliun.

Selain Halim Kalla, Kortastipidkor Polri juga menetapkan tiga tersangka lainnya, yakni mantan Dirut PLN 2008-2009 Fahmi Mochtar, Dirut PT BRN berinisial RR, serta Dirut PT Praba Indo Persada berinisial HYL.

Baca juga: Polri menetapkan empat tersangka kasus Korupsi proyek PLTU Kalimantan Barat

Wartawan : Putri Atika Chairulia
Redaktur: Suryanto
Hak Cipta © antara tahun 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis AI pada website ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita Antara.



Sumber link

Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *