Jakarta (ANTARA) – Presiden RI Prabowo Subianto baru saja menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada sepuluh tokoh pada peringatan Hari Pahlawan 2025 di Istana Negara, Jakarta, Senin.
Penghargaan tersebut berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 116/TK/Tahun 2025 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional.
Di antara sepuluh nama tersebut, salah satunya adalah mendiang Sultan Zainal Abidin Syah asal Maluku Utara yang mendapat gelar Pahlawan Nasional Bidang Perjuangan Politik dan Diplomasi.
Zainal Abidin Syah mempunyai peran penting dalam menjaga kedaulatan wilayah Indonesia Timur khususnya Papua Barat agar tetap menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Beliau merupakan Sultan Tidore yang menjabat pada tahun 1947–1967, dan menjadi Gubernur Irian Barat (sekarang Papua) pertama yang menjabat pada tahun 1956–1961.
Berikut riwayat hidup dan jasa Zainal Abidin Syah bagi kedaulatan NKRI yang bisa Anda simak.
Zainal Abidin Syah lahir di Soa-Sio, Tidore, Maluku Utara, pada tahun 1912. Dalam beberapa catatan sejarah, namanya juga dikenal dengan nama Sultan Zainal Abidin Alting Syah. Ia kemudian dikenal sebagai “Penjaga Indonesia Timur”.
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, ia berhasil mengenyam pendidikan melalui sekolah dasar Belanda pribumi di Ternate hingga berhasil melanjutkan pendidikannya di sekolah menengah Belanda atau Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Batavia (sekarang Jakarta).
Tak berhenti sampai disitu, ia melanjutkan pendidikan tingginya di sekolah pamong praja pribumi atau Opleidings Scholenvoor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) di Makassar, Sulawesi Selatan, pada tahun 1934.
Ia pun menjadi ambtenaar (pegawai negeri sipil) yang menduduki jabatan sebagai Bestuur dan Hulp-Bestuur atau bupati di tiga wilayah, yakni Ternate (Maluku Utara), Manokwari, dan Sorong (Papua Barat).
Pada masa pendudukan Jepang, ia diasingkan selama satu tahun ke Jailolo, Halmahera Barat, Maluku Utara, hingga Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945. Ia kemudian diangkat menjadi Sultan Tidore pada tahun 1947.
Usai dilantik menjadi Sultan Tidore, Zainal Abidin berpidato yang menegaskan Irian Barat menjadi bagian dari Kesultanan Tidore pada 2 Maret 1949.
Sikap tersebut kembali ia tunjukkan pada Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949, ketika ia menjadi satu-satunya dari 51 anggota parlemen yang menolak menyerahkan Irian Barat kepada Belanda karena akar sejarahnya adalah bagian dari Kesultanan Tidore.
Berkat kegigihannya, Presiden Soekarno kemudian mengumumkan pembentukan Provinsi Perjuangan Irian Barat dengan ibu kota sementara di Soa-Sio Tidore pada tanggal 17 Agustus 1956, dengan alasan bahwa Papua dan pulau-pulau di sekitarnya telah menjadi wilayah Kesultanan Tidore selama ratusan tahun.
Zainal Abidin kemudian diangkat menjadi Gubernur Sementara Provinsi Perjuangan Irian Barat pada tanggal 23 September 1956 di Soa-Sio, Tidore melalui Keputusan Presiden RI Nomor 142 Tahun 1956.
Pada tahun 1961, Zainal Abidin diangkat menjadi staf Departemen Dalam Negeri melalui Keputusan Presiden Nomor 220 Tahun 1961 untuk membantu Komando Mandala di Makassar dalam Operasi Komando Tri Rakyat (Trikora) untuk memperjuangkan pembebasan Irian Barat.
Kemudian pada tanggal 4 Mei 1962 diangkat menjadi Gubernur Tetap Provinsi Irian Barat melalui Keputusan Presiden Nomor 220 Tahun 1961. Setelah menjabat Gubernur Irian Barat hingga tahun 1961, ia kemudian tinggal di Ambon hingga meninggal dunia pada tanggal 4 Juli 1967.
Zainal Abidin dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kapahaha Ambon. Kemudian pada tanggal 11 Maret 1986, keluarga Kesultanan Tidore memindahkan jenazah Sultan Zainal Abidin ke Soa-Sio Tidore dan dimakamkan di Sonyine Salaka Kedaton Kie Soa-Sio Kesultanan Tidore.
Karena perjuangannya, namanya diabadikan menjadi nama salah satu jalan utama di Soa-Sio, yakni Jalan Sultan Zainal Abidin Syah di Kecamatan Tidore Selatan.
Baca juga: Masyarakat Tidore mengusulkan agar Sultan Zainal Abidin menjadi pahlawan nasional
Baca juga: Rektor UNJ: Penting untuk meningkatkan kesadaran mahasiswa terhadap sejarah
Wartawan: Melusa Susthira Khalida
Redaktur: Alviansyah Pasaribu
Hak Cipta © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, crawling, atau pengindeksan otomatis AI pada situs ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.