Jakarta (ANTARA) – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi undang-undang baru pada Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (18/11).
Keputusan ini diambil setelah Ketua DPR Puan Maharani memimpin sidang dan mendengarkan laporan Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman. Saat meminta persetujuan, Puan bertanya:
“Sudah saatnya kita meminta persetujuan fraksi terkait RUU KUHAP, apakah bisa disetujui menjadi undang-undang?” Seluruh anggota yang hadir dalam rapat paripurna kemudian serempak menjawab, “Setuju,” menandai resminya pengesahan RUU KUHAP.
Pada kesempatan terpisah, Puan menyebut laporan hasil diskusi yang disampaikan Habiburokhman cukup lengkap. Ia juga mengimbau masyarakat yang masih menolak proses legislasi agar tidak mudah percaya dengan berbagai misinformasi atau hoaks terkait isi KUHAP yang baru disahkan.
Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan KUHAP? Bagi Anda yang belum mengetahuinya, berikut penjelasan singkatnya yang disusun berdasarkan informasi dari berbagai sumber.
Apa itu KUHAP?
Secara sederhana Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) merupakan suatu aturan yang menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum mulai dari kepolisian hingga kejaksaan dalam menjalankan kewenangannya di bidang hukum pidana.
Mengapa KUHAP diperlukan?
Penyusunan KUHAP diharapkan mampu menjawab berbagai keluhan masyarakat, seperti laporan pencurian yang tidak ditangani secara serius atau kasus kekerasan seksual yang tidak mendapat penanganan dan keadilan yang memadai. Peraturan ini hadir untuk memperbaiki proses hukum yang selama ini dinilai belum maksimal.
Pengertian KUHAP menurut sumber hukum
Mengutip penjelasan situs hukum online, KUHAP merupakan kumpulan aturan yang mengatur mekanisme penegakan hukum pidana di Indonesia. Prosesnya meliputi tahapan penyidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di pengadilan, dan pelaksanaan putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Berdasarkan UU 8/1981, KUHAP dibentuk sebagai pengganti hukum acara pidana nasional Reglemen Het Herziene Inlandsch (HIR) serta peraturan lainnya yang dianggap tidak lagi sesuai dengan perkembangan hukum nasional.
KUHAP memuat hak dan kewajiban semua pihak yang terlibat dalam proses pidana mulai dari tersangka, terdakwa, korban, hingga penyidik, penuntut umum, dan hakim serta mengatur tentang perlindungan hak asasi manusia dalam proses peradilan.
Peran KUHAP dalam sistem peradilan pidana
KUHAP merupakan landasan bagi sistem peradilan pidana yang terpadu (sistem peradilan pidana terpadu). Sistem ini menekankan pentingnya sinergi antara penyidik, penuntut umum, dan hakim untuk menjamin proses hukum berlangsung adil, transparan, dan menjamin kepastian hukum.
Aturan turunan dan pelaksanaan KUHAP
Dalam penerapannya, KUHAP dijelaskan lebih detail melalui berbagai peraturan pelaksanaan. Salah satunya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 yang mengubah Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Penerapan Hukum Acara Pidana.
Peraturan ini mengatur tentang teknis penyidikan, penahanan, pengelolaan rumah tahanan negara (RUTAN), tempat penyimpanan barang sitaan negara (RUPBASAN), serta tata cara pemberian kompensasi dan rehabilitasi.
Tujuan utama KUHAP
Pada dasarnya KUHAP bertujuan untuk mencari kebenaran materil melalui penerapan hukum acara pidana secara tepat dan jujur. Melalui proses yang dilakukan sesuai ketentuan, diharapkan dapat mengungkap siapa pelaku tindak pidana tersebut dan bagaimana perkaranya diproses hingga persidangan berakhir.
Kontroversi pengesahan KUHAP yang baru
Peraturan baru ini resmi menggantikan KUHAP sebelumnya yang telah berlaku selama 44 tahun. Namun, dukungannya tidak lepas dari kontroversi. Sejumlah ketentuan di dalamnya dinilai berpotensi membuka peluang penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum.
Di satu sisi, pemerintah dan DPR menegaskan KUHAP baru justru memberikan perlindungan yang lebih kuat terhadap warga negara, termasuk kelompok yang selama ini dianggap rentan.
Namun kelompok masyarakat sipil menilai masih ada permasalahan mendasar yang belum terselesaikan. Perbedaan pandangan ini sekali lagi memunculkan perdebatan lama mengenai sejauh mana seharusnya kekuasaan negara dikendalikan dalam sistem peradilan pidana.
Baca juga: Komisi III DPR terus membahas RUU Penyesuaian Hukum Pidana setelah KUHAP rampung
Baca juga: Menteri Imipas: Petugas Pemasyarakatan harus mendukung KUHP yang baru
Baca juga: Komisi III DPR menegaskan, KUHAP baru memperketat syarat penangkapan
Reporter: Sean Anggiatheda Sitorus
Redaktur: Alviansyah Pasaribu
Hak Cipta © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, crawling, atau pengindeksan otomatis AI pada situs ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.