Asal usul kode huruf pada pelat nomor kendaraan di Indonesia

Jakarta (Antara) – Setiap kendaraan bermotor di Indonesia harus memiliki identifikasi dalam bentuk plat angka atau nomor kendaraan bermotor (TNKB). Piring ini bukan hanya aksesori, tetapi identitas resmi yang dikeluarkan oleh Polisi Nasional Indonesia (Polri) untuk merekam kendaraan bermotor yang beredar.

Nomor pelat atau nomor kendaraan bermotor (TNKB) berfungsi sebagai identitas resmi untuk setiap kendaraan yang terdaftar di Indonesia. Di belakang kombinasi angka dan huruf yang tercantum, ada kode -kode tertentu yang dapat menginformasikan jenis dan area asal kendaraan.

Advertisement

Surat pertama di sebelah kiri nomor pelat menunjukkan kode area, sedangkan baris angka dan huruf di tengah dan kanan adalah jumlah pendaftaran kendaraan bermotor (NRKB).

Namun, tahukah Anda bahwa plat angka di Indonesia telah mengalami banyak perubahan sejak pertama kali diperkenalkan? Mulai dari warna, bentuk, ke sistem penomoran, semua mengalami evolusi dengan kebutuhan waktu dan administrasi kendaraan.

Jadi, bagaimana dengan sejarahnya? Lihat penjelasan yang telah dilaporkan dari berbagai sumber.

Baca juga: Daftar Kode Plat Nomor Kendaraan di Indonesia dan Cara Membacanya

Asal dan Sejarah Pelat Nomor Kendaraan di Indonesia

Pada tahun 1811, Inggris menyita berbagai daerah di kepulauan dari tangan Belanda. Untuk memfasilitasi identifikasi kendaraan, tentara Inggris mulai menggunakan sistem penamaan berbasis huruf di beberapa daerah.

Sebagai contoh, Batavia (sekarang Jakarta) diberi kode 'B' karena berhasil dikuasai oleh Batalion B. Sementara itu, Batalion A menempati wilayah Banten, sehingga kendaraan di daerah tersebut diberikan kode 'A'.

Hal yang sama terjadi di Surabaya yang diambil alih oleh batalion L, serta Madura yang berada di bawah kendali Batalion M. Sebagian besar wilayah hanya menggunakan satu huruf sebagai kode, tetapi ada pengecualian untuk Yogyakarta dan solo.

Kedua wilayah ini adalah bagian dari kerajaan Mataram yang tidak secara langsung di bawah pemerintahan Belanda. Ketika Mataram memilih untuk menyerahkan dan bergabung dengan Inggris, mereka menerima kehadiran Batalion A dan B di Yogyakarta, sehingga mereka diberi kode 'AB'. Sementara itu, solo dikunjungi oleh Batalion A dan D kemudian mendapatkan kode 'iklan'.

Tidak semua batalion Inggris terlibat dalam pertempuran. Beberapa dari mereka, seperti Batalion C, I, J, O, Q, U, V, W, X, Y, dan Z, berfungsi sebagai pasukan cadangan.

Akibatnya, huruf -huruf ini tidak banyak digunakan dalam sistem penamaan regional. Setelah Inggris berhasil mengendalikan Java, Thomas Stamford Raffles mengadaptasi kode militer ini ke dalam sistem administrasi regional.

Ketika Belanda kembali ke kekuasaan pada tahun 1816, mereka membela sistem ini dan mulai memperluas penggunaannya ke berbagai daerah lain, seperti Sumatra, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, ke Maluku.

Baca juga: Kenali arti huruf dan angka dalam pelat nomor kendaraan di Indonesia

Jadi mengapa pelat nomor Banten, Jakarta B, dan Bandung D? Ternyata semuanya memiliki sejarahnya. Sejarah penggunaan pelat nomor kendaraan dimulai di Prancis pada tahun 1893 ketika polisi Paris memperkenalkannya sebagai alat identifikasi kendaraan.

Ini dilakukan karena jumlah mobil meningkat, membuatnya lebih mudah bagi pihak berwenang untuk mengeksplorasi kasus -kasus kecelakaan. Meskipun Prancis menjadi pelopor, aturan untuk menggunakan angka nasional pertama kali diimplementasikan di Belanda pada tahun 1901.

Sistem ini kemudian menyebar ke berbagai negara Eropa sebelum diadopsi oleh Amerika Serikat pada tahun 1903. Massachusetts menjadi negara pertama yang memaksakan peraturan ini, diikuti oleh New York pada tahun 1909 dan kemudian daerah lain.

Di Indonesia, kode huruf pada pelat nomor kendaraan memiliki koneksi dengan sejarah kolonial. Ketika Inggris menaklukkan Batavia, mereka menggunakan pasukan dari Batalion B, sehingga kode “B” digunakan untuk wilayah tersebut.

Hal yang sama berlaku di daerah lain, seperti Banten dengan kode “A” karena ditaklukkan oleh Batalion A, dan Surabaya yang menggunakan huruf “L” karena ditaklukkan oleh daerah Batalion L. yang dikendalikan oleh dua batalion yang diperoleh dua huruf, misalnya Yogyakarta yang memiliki kode “ab” karena dikonquided oleh Batte oleh Batte Battal B.

Setelah Belanda kembali untuk mengendalikan Hindia Timur Belanda pada tahun 1816, sistem ini masih dipertahankan dan diterapkan secara lebih luas untuk mencakup berbagai daerah di luar Java, yang akhirnya berlanjut sampai sekarang.

Seiring waktu, sistem penomoran kendaraan di Indonesia mengalami berbagai perubahan dan peningkatan, termasuk penambahan kode regional baru dan sistem pendaftaran kendaraan berbasis digital untuk meningkatkan efisiensi administratif dan pengawasan.

Baca juga: Perubahan Plat Nomor Kendaraan: Latar Belakang dan Manfaat

Baca juga: Pelat Nomor Kendaraan di Indonesia: Warna dan Makna Di Baliknya

Reporter:
Editor: Suryanto
Hak Cipta © antara 2025



Sumber link

Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Advertisement