TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Cisarua – Fenomena pernikahan kontrak di kawasan Puncak Bogor dan Puncak Cianjur kembali ramai diperbincangkan masyarakat.
Praktek prostitusi berkedok pernikahan kontrak Hal ini bahkan sudah menjadi rahasia umum dan diperkirakan sudah ada sejak tahun 1990-an.
Namun para pekerja seks komersial (PSK) rata-rata berasal dari luar kawasan Puncak, atau bukan warga sekitar.
Mereka memanfaatkan situasi banyaknya wisatawan Arab asal Timur Tengah yang berkunjung ke kawasan wisata Puncak.
Kawin kontrak adalah suatu bentuk perkawinan sementara yang dilakukan atas dasar kesepakatan antara dua pihak, biasanya antara warga negara setempat dengan warga negara asing, dengan batas waktu tertentu, setelah itu perkawinan tersebut dianggap berakhir tanpa adanya proses perceraian yang resmi.
Praktek ini tidak diakui secara hukum di Indonesia, karena bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
“Tidak ada perempuan di sini,” kata TM, warga kawasan Puncak Bogor TribunnewsBogor.comJumat (24/10/2025), seperti diberitakan Tribunlampung.co.id.
“Di sini memang ada semacam komunitas, tapi tersembunyi,” tambah TM.
Kawin kontrak ini, kata dia, kerap dilakukan di kawasan Puncak Bogor atau Puncak Cianjur, meski pelakunya adalah orang luar.
Caranya, perkawinan kontrak dilakukan seperti perkawinan biasa.
Namun orang-orang yang terlibat seperti saksi, wali nikah, dan amil adalah orang palsu atau orang palsu.
Tarif satu kali kawin kontrak adalah Rp 2 juta – 4 juta yang biasanya dibayarkan kepada pihak yang berperan sebagai amil bodong.
“Pokoknya di atas Rp 2 juta kalau menikah, itu sekali pernikahan kontrak“katanya.
Pembayaran ke amil (amil bodong), Rp2 juta, Rp2,5 juta, sampai Rp4 juta, lanjut TM.
Setelahnya, uang tersebut akan disalurkan kepada pelaku lain yang terlibat dalam membantu melangsungkan nikah kontrak.