Jakarta (ANTARA) – Belakangan ini linimasa media sosial mulai dibanjiri narasi bahwa perak merupakan “harta terpendam” yang jauh lebih menjanjikan dibandingkan emas.
Beberapa pihak menyebutkan harga perak akan meroket sehingga memicu gelombang FOMO (Fear of Missing Out) di kalangan investor pemula.
Namun, benarkah perak mampu menggantikan emas sebagai standar aset aman? Bacalah pembahasan berikut untuk mengetahui perbandingan investasi emas dan perak untuk jangka panjang.
Perbandingan investasi emas dan perak
1. Stabilitas dan pengembangan nilai
Emas menawarkan stabilitas sebagai aset tempat berlindung yang aman yang nilainya cenderung meningkat secara konsisten di tengah ketidakpastian perekonomian.
Namun harus disadari pertumbuhan harga emas relatif lambat. Dimana investor memerlukan waktu minimal lima tahun untuk bisa menjualnya kembali (pembelian kembali) dengan keuntungan yang memuaskan.
Di sisi lain, perak jauh lebih fluktuatif atau mudah berubah karena fungsinya yang ganda, yakni sebagai alat investasi sekaligus bahan baku industri (elektronik dan energi).
Fluktuasi tajam pada perak ini terkadang membuka kesenjangan keuntungan yang lebih tinggi bagi investor yang agresif. Namun sebaliknya, bisa turun drastis ketika permintaan melemah.
2. Harga pembelian dan nilai investasi minimum
Emas membutuhkan modal yang jauh lebih tinggi dibandingkan perak. Perbedaan harga yang kontras ini menjadikan perak sebagai alternatif yang lebih ramah kantong bagi pemula.
Namun investasi emas kini juga lebih fleksibel karena masyarakat masih bisa memulainya dengan modal kecil dengan membeli pecahan minimal 0,01 gram.
3. Kemudahan jual beli (likuiditas)
Emas jauh lebih likuid dibandingkan perak karena akses penjualannya yang luas, mulai dari lembaga keuangan hingga aplikasi digital.
Pasalnya, emas merupakan jenis logam mulia yang paling banyak diminati untuk dijadikan instrumen investasi. Selain kemudahan bertransaksi, emas juga memiliki perbedaan harga beli dan jual (menyebar) yang tipis, sehingga nilainya lebih terjaga.
Di sisi lain, perak lebih sulit dicairkan karena pasarnya terbatas dan permintaannya belum masif. Hal ini juga berdampak pada menyebar harga cenderung lebih tinggi.
4. Penyimpanan dan kepraktisan
Menyimpan emas jauh lebih praktis karena nilainya besar namun dalam volume kecil, seperti satu kilogram emas yang bernilai miliaran rupiah dan hanya bisa disimpan dalam wadah. brankas.
Sebaliknya, perak memerlukan lebih banyak ruang untuk nilai investasi yang sama karena volume fisiknya yang besar.
Selain itu, perak juga memerlukan perawatan khusus karena mudah teroksidasi atau berubah warna jika tidak disimpan dengan benar.
5. Potensi keuntungan (profitabilitas)
Dari sisi profitabilitas, emas memberikan pertumbuhan yang stabil pada kisaran 8-10 persen per tahun sekaligus menjadi benteng pertahanan terhadap inflasi ketika nilai mata uang menurun.
Di sisi lain, perak menjanjikan keuntungan yang lebih tinggi ketika permintaan industri melonjak, namun juga dibayangi oleh risiko penurunan tajam.
Karena sifatnya yang fluktuatif, perak lebih cocok bagi investor jangka pendek yang berani mengambil risiko demi mengejar keuntungan dalam jangka waktu singkat.
Apakah lebih aman berinvestasi emas atau perak jangka panjang?
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa emas lebih unggul sebagai aset jangka panjang yang stabil dan berfungsi sebagai aset-aset yang aman di tengah ketidakpastian perekonomian.
Hal ini juga menjadikan emas pilihan ideal bagi investor konservatif. Stabilitas ini juga didukung oleh likuiditas yang tinggi dan pertumbuhan nilai yang konsisten.
Di sisi lain, meskipun perak memiliki potensi pertumbuhan yang lebih besar karena didorong oleh kebutuhan industri seperti elektronik dan energi terbarukan, namun harga perak cenderung lebih fluktuatif sehingga risikonya juga lebih tinggi.
Dimana nilai perak berpotensi melonjak seiring menguatnya permintaan industri, namun di sisi lain juga rentan turun jika daya serap pasar menurun. Terlepas dari risikonya, perak dapat menjadi tambahan yang bagus untuk portofolio untuk menyeimbangkan potensi keuntungan.
Di Indonesia, infrastruktur investasi emas jauh lebih matang dan aman (menetap). Kehadiran Bullion Bank (bank emas) yang resmi beroperasi pada 26 Februari 2025 di institusi seperti PT Pegadaian dan perbankan syariah memungkinkan ekosistem emas menjadi lebih likuid dan produktif nilainya.
Bank emas sendiri merupakan lembaga keuangan khusus yang memfasilitasi berbagai transaksi emas mulai dari jual beli, investasi, hingga pembiayaan. Di Indonesia, operasionalnya diatur dalam Peraturan OJK Nomor 17 Tahun 2024 tentang Kegiatan Usaha Logam Mulia.
Sebagai Lembaga Jasa Keuangan (LJK) resmi, bank emas mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan penyimpanan, perdagangan, penitipan, dan pembiayaan berbasis emas.
Konsep ini sebelumnya sudah lazim di pasar global, seperti di London yang mempopulerkan sistem tersebut emas yang tidak terisi untuk memudahkan perpindahan kepemilikan tanpa harus memindahkan fisik emas.
Selain itu, investasi emas sangat inklusif. Salah satunya melalui fitur Tabungan Emas di Pegadaian, dimana masyarakat bisa mulai berinvestasi emas sesuai kemampuannya, mulai dari Rp 10.000 saja. Lalu ada juga fitur Cicilan Emas di Pegadaian dengan harga Rp 50.000 per bulan
Baca juga: Selasa ini harga emas dua merek di Pegadaian kompak melonjak
Baca juga: Lindungi perempuan, kebijakan kebencanaan dituntut responsif gender
Baca juga: Selasa ini harga emas Antam meroket Rp 59.000 menjadi Rp 2,561 juta/gram
Wartawan : Putri Atika Chairulia
Redaktur: Alviansyah Pasaribu
Hak Cipta © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, crawling, atau pengindeksan otomatis AI pada situs ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.