Mengapa supermoon bisa menyebabkan banjir rob?



Jakarta (ANTARA) – Pada awal Oktober 2025, langit kerap memperlihatkan Bulan tampak lebih besar dan terang dari biasanya. Fenomena tersebut, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), merupakan peristiwa supermoon atau perigee bulan purnama, yakni saat Bulan berada pada posisi terdekatnya dengan Bumi.

Dibalik indahnya supermoon ternyata berpotensi menimbulkan bencana alam banjir rob di kawasan pesisir pantai.

BPBD DKI Jakarta dan BMKG Nusa Tenggara Barat (NTB) juga mengeluarkan peringatan dini kepada masyarakat pesisir untuk mewaspadai potensi banjir akibat supermoon.

Kepala BMKG NTB Topan Primadi mengatakan peringatan dini tersebut berlaku periode 6-14 Oktober 2025. Dijelaskannya, potensi banjir Rob bisa terjadi di seluruh wilayah pesisir Lombok dan Pulau Sumbawa, antara lain Ampenan, Gerung, Sekarbela, Lembar, Labuhan Lombok, Hu'u, Palibelo, Sape dan Asakota.

Sementara itu, BPBD DKI Jakarta telah mengeluarkan peringatan banjir rob untuk wilayah pesisir Jakarta Utara pada periode 8-15 Oktober 2025. Wilayah tersebut antara lain Kamal Muara, Kapuk Muara, Penjaringan, Pluit, Ancol, Kamal, Marunda, Cilincing, Kalibaru, Muara Angke, Tanjung Priok, dan Kepulauan Seribu.

Lantas, mengapa fenomena supermoon atau full moon perigee bisa menyebabkan banjir rob? Berikut penjelasannya.

Penyebab supermoon menyebabkan banjir rob

Melalui unggahan di Instagram resminya, BMKG menjelaskan, supermoon atau perigee bulan purnama terjadi saat Bulan mencapai jarak terdekatnya dengan Bumi (Perigee) bertepatan dengan fase Bulan Purnama. Kondisi ini membuat Bulan tampak lebih besar dan terang dari biasanya.

Sedangkan secara ilmiah, pasang surut air laut disebabkan oleh tarikan gravitasi Bulan dan Matahari terhadap Bumi. Tarikan gravitasi ini mempengaruhi naik turunnya permukaan air laut, membentuk gelombang pasang ketika air naik, dan gelombang surut ketika air turun.

Bulan mengelilingi Bumi setiap bulan, sedangkan Bumi mengelilingi Matahari setiap tahun. Pada waktu-waktu tertentu, posisi Bulan dan Matahari lebih dekat dengan Bumi sehingga tarikan gravitasinya semakin kuat. Akibatnya, pasang surut air laut menjadi lebih tinggi dan berpotensi menimbulkan banjir rob di wilayah pesisir.

Wilayah pesisir yang memiliki ketinggian rendah dan dekat dengan laut sangat rentan terhadap dampak banjir saat periode supermoon. Misalnya saja di wilayah pesisir Bandar Lampung, Banten, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, dan Pontianak. Selain itu, wilayah pesisir lain di Indonesia yang rentan adalah Jakarta Utara, NTT, dan NTB.

Tarikan gravitasi Bulan terhadap Bumi juga lebih besar dibandingkan tarikan Matahari karena letaknya yang lebih dekat. Oleh karena itu, fenomena purnama perigee atau supermoon mempunyai pengaruh terhadap tinggi pasang air laut.

Fenomena bulan purnama perigee atau supermoon

Setiap 28 hari sekali, Bulan mencapai titik Perigee, yang merupakan posisi terdekatnya dengan Bumi. Dalam kondisi ini, gaya gravitasi Bulan semakin kuat sehingga permukaan air laut pun meningkat.

Sebaliknya, 14 hari setelah Perigee, Bulan mencapai titik Apoge atau jarak terjauhnya dari Bumi sehingga pasang surut air laut cenderung menurun.

BMKG mencatat fenomena Full Moon Perigee biasanya terjadi 6-8 kali dalam setahun. Meski tidak selalu memicu banjir rob secara langsung, sejumlah faktor lain dapat meningkatkan risikonya, seperti perubahan musim pasang surut dan rata-rata permukaan air laut, dataran rendah, penurunan permukaan tanah, kerusakan tanggul, dan angin kencang di wilayah pesisir.

Fase Bulan Purnama kali ini terjadi pada Selasa (7/10) pukul 17.55 WIB pada jarak 361.458 km dari Bumi. Sedangkan posisi Perigee terjadi pada Rabu (8/10) pukul 19.35 WIB dengan jarak 359.819 km.

Ukuran Bulan pada saat Full Moon Perigee yang terjadi pada 4 Oktober 2025 terlihat 12 kali lebih besar dibandingkan saat Full Moon Apoge yang terjadi pada 13 April 2025. Fenomena ini memungkinkan terjadinya pasang naik dan pasang surut lebih rendah dari biasanya.

Supermoon bukanlah fenomena yang terjadi secara rutin setiap bulan, namun biasanya terjadi beberapa kali dalam setahun, sesuai dengan posisi bulan pada orbitnya yang tidak selalu sejajar dengan fase bulan purnama.

Dilansir dari laporan Earth Sky, fenomena Supermoon masih bisa disaksikan dua kali lagi pada tahun ini, yakni pada 5 November 2025 pada jarak 356.980 km, dan pada 4 Desember 2025 pada jarak 357.219 km dari Bumi. Sedangkan pada tahun 2026 diperkirakan terjadi pada tanggal 3 Januari dengan jarak 362.312 kilometer.

Baca juga: Apa yang terjadi dengan Hunter's Moon pada 7 Oktober 2025?

Baca juga: Inilah alasan fenomena “supermoon” bisa mempengaruhi pola tidur

Baca juga: BMKG: Gelombang tinggi lebih dari dua meter di perairan selatan NTB

Wartawan : Putri Atika Chairulia
Redaktur: Alviansyah Pasaribu
Hak Cipta © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, crawling, atau pengindeksan otomatis AI pada situs ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.



Sumber link

Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *