JAKARTA (Antara) – Curah hujan tinggi dan air berdiri selama musim banjir sering menjadi faktor dalam penyebaran berbagai penyakit menular, salah satunya adalah leptospirosis. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Leptospira dapat menyebabkan gejala serius jika tidak segera diobati.
Kepala Pencegahan, Pengendalian Penyakit, Manajemen Data dan Sistem Informasi Kantor Kesehatan Kota Yogyakarta (Dinkes), Lana Unwanah, mengatakan bahwa gejala awal leptospirosis seringkali tidak direalisasikan oleh publik karena mereka menyerupai flu atau kelelahan biasa. “Gejala klinis tidak spesifik, jadi sering kali pasien hanya mempertimbangkan nyeri biasa karena hujan atau kelelahan, meskipun infeksi telah berkembang,” kata Lana pada konferensi pers di Balai Kota Yogyakarta, Kamis (10/7).
Beberapa gejala awal leptospirosis untuk diwaspadai termasuk demam tinggi, sakit kepala, nyeri otot, terutama di betis dan punggung bawah, mual, muntah, dan mata merah.
Kantor Kesehatan Kota Yogyakarta mencatat hingga 8 Juli 2025, ada 19 kasus leptospirosis dengan enam dari mereka meninggal. Sebagian besar pasien baru memeriksa diri mereka sendiri ke fasilitas kesehatan setelah kondisinya memburuk. Ini menunjukkan pentingnya pengobatan dini sehingga risiko komplikasi dapat dikurangi.
Bagaimana leptospirosis didiagnosis
Untuk memastikan diagnosis leptospirosis, dokter akan menanyakan gejala, riwayat perjalanan, kondisi perumahan, dan aktivitas pasien dalam 14 hari terakhir. Pemeriksaan fisik yang komprehensif akan dilakukan, dilengkapi dengan tes pendukung seperti:
- Tes darah untuk memeriksa kadar hati, fungsi ginjal, dan sel darah putih.
- Uji uji immunosorbent (ELISA) terkait enzim atau uji cepat untuk mendeteksi antibodi.
- Reaksi berantai polimerase (PCR) untuk mendeteksi bakteri Leptospira.
- Uji aglutinasi mikroskopis (uji aglutinasi mikroskopis atau MAT) untuk memastikan antibodi yang terkait dengan leptospira.
- Pindai dengan CT scan atau ultrasound jika diperlukan.
- Kultur darah dan urin untuk memastikan keberadaan bakteri dalam tubuh.
Pengobatan dan perawatan
Leptospirosis ringan pada umumnya dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu sekitar tujuh hari tanpa perawatan khusus. Namun, dalam kondisi parah, langkah -langkah pengobatan perlu dilakukan secara intensif untuk mencegah komplikasi serius.
Beberapa tindakan pengobatan umum yang diambil pada pasien dengan gejala parah leptospirosis meliputi:
1. Penyediaan obat
Dokter akan meresepkan antibiotik untuk membunuh bakteri yang menyebabkan infeksi. Antibiotik yang umumnya digunakan termasuk penisilin, amoksisilin, ampisilin, doksisiklin, atau azitromisin. Selain itu, obat -obatan yang lebih rendah demam dan penghilang rasa sakit seperti paracetamol atau ibuprofen juga diberikan untuk meringankan gejala.
2. Perawatan rumah sakit
Dalam kasus yang parah, terutama jika infeksi berkembang menjadi penyakit Weil yang dapat menyerang organ vital seperti hati, ginjal, atau paru -paru, pasien perlu menjalani perawatan di rumah sakit. Antibiotik akan diberikan melalui IV untuk memastikan penyerapan yang optimal.
Beberapa tindakan pendukung yang dapat diberikan di rumah sakit meliputi:
- Infus cairan untuk mencegah dehidrasi, terutama pada pasien yang mengalami mual, muntah, atau tidak dapat minum dengan baik.
- Penyediaan vitamin K untuk mengurangi risiko pendarahan.
- Pemasangan ventilator jika pasien mengalami kegagalan pernapasan.
- Pemantauan fungsi jantung intensif.
- Transfusi darah jika terjadi perdarahan yang parah.
- Prosedur dialisis (hemodialisis) untuk membantu fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal akut.
Tingkat penyembuhan
Kemungkinan pemulihan dari leptospirosis, terutama penyakit Weil, sangat tergantung pada organ yang diserang dan keparahannya. Perawatan cepat adalah kunci penting untuk mencegah risiko kematian akibat pendarahan, kerusakan paru -paru, atau gagal ginjal.
Kantor Kesehatan Kota Yogyakarta mendesak masyarakat untuk tidak mengabaikan gejala -gejala awal yang mencurigakan dan segera memeriksa diri mereka sendiri ke fasilitas kesehatan terdekat jika mereka mengalami demam tinggi, nyeri otot, atau gejala lain setelah kegiatan mereka di lingkungan yang basah.
Pemeriksaan dan penanganan sedini mungkin diperkirakan akan mengurangi tingkat kematian penyakit ini, terutama di musim hujan dan banjir yang meningkatkan risiko menyebarkan bakteri Leptospira.
Baca juga: Bagaimana mencegah penyebaran leptospirosis selama musim hujan
Baca juga: Pada 4 Juli 2025, ada 859 kasus yang diduga leptospirosis di Java tengah
Baca juga: Penyebab leptospirosis marak selama musim banjir
Reporter: Raihan Fadilah
Editor: Alviansyah pasaribu
Hak Cipta © antara 2025
Dilarang secara ketat untuk mengambil konten, melakukan merangkak atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari kantor berita Antara.