Ringkasan Berita:
- Burhan (32), petani di Lampung Tengahmengaku kerap kesulitan mendapatkannya pupuk subsidi karena stok terbatas, bersifat sementara pupuk non-subsidi lebih mahal.
- Produksi beras lampung Pada tahun 2024 mencapai 2,7 juta ton GKG (data BPS), sesuai kebutuhan pupuk subsidi lebih dari 600 ribu ton per tahun.
- Pemerintah mengeluarkan Perpres 113 Tahun 2025 tentang reformasi pemerintahan pupuk agar efisien dan tepat sasaran.
- Digitalisasi e-RDKK dan pengawasan lapangan terbukti meningkatkan produktivitas dan menekan biaya pupuk petani.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Lampung Tengah – Pagi hari masih basah oleh embun saat Burhan (32) memasuki hamparan sawah yang ingin digarapnya di Desa Sidomulyo Kecamatan Punggur, Lampung Tengah. Diantara deretan padi yang mulai menguning, ada satu topik yang hampir selalu menjadi topik perbincangan antara Burhan dan rekan-rekan petaninya, pupuk.
Bukan sekedar ada atau tidaknya, tapi soal tepat waktu, tepat jenis, tepat sasaran, dan harga terjangkau.
Lampung dikenal sebagai salah satu keranjang pangan nasional. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi beras lampung pada tahun 2024 mencapai lebih dari 2,7 juta ton gabah kering giling (GKG). Pencapaian tersebut bukan semata-mata karena kesuburan tanah, melainkan buah dari ekosistem pertanian yang didukung oleh berbagai faktor, salah satunya adalah ketersediaan. pupuk.
Bagi Burhan dan petani lainnya, pupuk adalah “jiwa” tanaman. Tanpa pemupukan yang tepat, hasil panen bisa turun drastis. Di dalam lampungmayoritas petani masih mengandalkannya pupuk subsidi seperti urea dan NPK untuk menekan biaya produksi.
Berdasarkan data Dinas Pertanian Provinsi lampungmembutuhkan pupuk subsidi di wilayah ini mencapai lebih dari 600 ribu ton per tahun, dengan komoditas utama adalah beras, jagung, dan singkong.
Namun di lapangan, persoalannya tidak sesederhana angka. Keterlambatan distribusi, ketidaksesuaian alokasi, dan kurangnya pemahaman mengenai pemupukan berimbang masih sering terjadi.
Hal ini pun dirasakan Burhan. Ia mengaku kerap kesulitan mendapatkannya pupuk disubsidi karena stok di kelompok tani tidak selalu tersedia.
“Kalau beli di luar daerah nonsubsidi harganya jauh lebih mahal,” kata Burhan saat diwawancara, Minggu (21/12/2025).
Dia menduga permasalahan tersebut ada kaitannya dengan distribusi pupuk subsidi yang belum tersalurkan seluruhnya. Paijo (46), sesama petani, mengamini kondisi tersebut. Keduanya berharap, petani masuk Lampung Tengah dapat lebih mudah mengakses pupuk subsidi dengan harga terjangkau.
Situasi ini menekankan peran industri pupuk Tidak cukup hanya berhenti pada produksi saja, namun juga memastikan distribusi, pelayanan, dan pengawasan benar-benar sampai ke tingkat petani.
Reformasi Tata Kelola Subsidi Pupuk
Untuk menjawab berbagai keluhan tersebut, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 113 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2025 tentang Pengelolaan Pupuk Bersubsidi.
Peraturan ini merupakan bagian dari reformasi tata kelola subsidi pupuk memperkuat ketahanan pangan nasional dengan tetap menjaga keberlanjutan industri pupuk. Kerangka kebijakan baru ini dirancang lebih adaptif, mendorong efisiensi, memperkuat rantai pasok bahan baku, dan membuka ruang modernisasi industri. pupuk nasional.
PT Pupuk Indonesia (Persero) sebagai produsen milik negara pupuk terbesar di Asia yang mempunyai tujuan utama mendukung ketahanan pangan nasional melalui penyediaan pupuk inovasi pertanian bersubsidi dan komersial serta berkelanjutan menyambut baik penerapan Perpres 113/2025 sebagai landasan strategis percepatan transformasi korporasi.
Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Perusahaan PT Pupuk Indonesia (Persero), Yehezkiel Adiperwira.
“Sejak beberapa tahun terakhir, Pupuk Indonesia telah melakukan penyesuaian strategi dengan mempertimbangkan volatilitas harga bahan baku global dan kebutuhan peningkatan efisiensi operasional. Perpres 113/2025 memperkuat arah transformasi tersebut dari segi kebijakan,” kata Yehezkiel dalam keterangan persnya, Kamis (18/12/2025).