Jakarta (Antara) – Liburan Tunjangan (THR) adalah salah satu tradisi yang telah berakar kuat dalam budaya kerja di Indonesia.
Setiap kali sebelum liburan, baik Idul Fitri untuk Muslim, pekerja menerima manfaat khusus sebagai bentuk penghargaan dan dukungan untuk merayakan hari besar.
Tradisi THR berkembang dari adat istiadat untuk menjadi kewajiban hukum yang menjamin hak -hak pekerja dan kesejahteraan mereka.
Pemerintah menerapkan aturan yang jelas dan pengawasan ketat untuk mencegah penyalahgunaan dan memastikan kepatuhan perusahaan.
Sejarah Lebaran THR di Indonesia
Tunjangan liburan Lebaran pertama kali muncul pada tahun 1950. Pada waktu itu, perdana menteri ke -6 Indonesia, Soekiman Wirjosandjojo, memicu kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan Layanan Sipil, yang sekarang dikenal sebagai pegawai negeri (PNS).
Awalnya, THR diberikan dalam bentuk kemitraan atau pinjaman awal. Tujuannya adalah bahwa karyawan dapat memenuhi kebutuhan mereka lebih cepat. Kemudian, uang mitra ini akan dikembalikan melalui pemotongan gaji bulanan. Namun, kebijakan ini menyebabkan ketidakpuasan di antara para pekerja.
Mereka merasa bahwa hanya pegawai negeri sipil yang mendapat manfaat dari THR. Akibatnya, pada 13 Februari 1952, para pekerja melakukan pemogokan dan menuntut hak yang sama. Setelah perjuangan yang panjang, pemerintah akhirnya memutuskan untuk memberikan THR kepada pekerja, serta pegawai negeri sipil.
Pada tahun 1994, pemerintah secara resmi mengatur penyediaan THR untuk pekerja swasta. Menteri Tenaga Kerja pada waktu itu mengeluarkan Peraturan Menteri No. 04/1994 tentang agama THR untuk pekerja di perusahaan. Aturan ini memastikan bahwa semua pekerja berhak atas manfaat ini.
Peraturan ini kemudian diperbarui pada tahun 2003 dengan penerbitan hukum No. 13 tentang pekerjaan. Dalam peraturan ini, pekerja yang telah bekerja selama lebih dari tiga bulan diharuskan menerima THR. Selain itu, pada tahun 2016, pemerintah menetapkan bahwa THR harus diberikan selambat -lambatnya tujuh hari sebelum liburan.
Seiring waktu, arti THR lebih luas. Sekarang, masyarakat mempertimbangkan semua bentuk pemberian di hadapan Lebaran, baik untuk pekerja maupun non -pekerja, sebagai thr. Ini mencerminkan perkembangan tradisi yang semakin inklusif dalam masyarakat.
Dengan memahami sejarah dan makna di balik tradisi memberi THR, diharapkan semua pihak dapat mempertahankan dan melestarikan praktik ini. Tradisi ini bukan hanya bentuk penghargaan bagi pekerja, tetapi juga mencerminkan nilai -nilai kebersamaan dan kerja sama timbal balik dalam masyarakat.
Selain itu, penyediaan THR juga berperan dalam meningkatkan kesejahteraan dan memperkuat hubungan antara pengusaha dan pekerja. Dengan keberlanjutan tradisi ini, diharapkan untuk menciptakan harmoni sosial dan ekonomi yang lebih baik di Indonesia.
Baca juga: Kepulauan Riau Disnaker: Pengemudi Ojol mendapat bonus liburan 20 persen
Baca juga: Pemerintah Provinsi Lampung mendistribusikan IDR 125 miliar untuk THR ASN
Baca juga: Ekonomi kemarin, tunjangan guru untuk sanksi minyak distributor
Reporter: M. Hilal Eka Saputra Harakap
Editor: Alviansyah pasaribu
Hak Cipta © antara 2025